Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenaga kerjaan di Indonesia secara umum meliputi penyelengaraan program-program Jamsostek, Taspen, Askes, dan Asabri. Penyelengaraan program Jamsostek didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, program Taspen didasarkan pada PP No 25 Tahun 1981, program Askes didasarkan pada PP No 69 Tahun 1991, program Asabri didasarkan pada PP No 67 Tahun 1991, sedangkan program Pensiun didasarkan pada UU No 6 Tahun 1966. Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia berbasis kepesertaan, yang dapat dibedakan atas kepesertaan pekerja sektor swasta, pegawai negeri sipil (PNS),dan anggota TNI/Polri.
Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Skema Jamsostek meliputi program-program yang terkait dengan risiko, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan hari tua.
Cakupan jaminan kecelakaan kerja (JKK) meliputi: biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, pengobatan, perawatan, biaya rehabilitasi, serta santunan uang bagi pekerja yang tidak mampu bekerja, dan cacat. Apabila pekerja meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, mereka atau keluarganya berhak atas jaminan kematian (JK) berupa biaya pemakaman dan santunan berupa uang. Apabila pekerja telah mencapai usia 55 tahun atau mengalami cacat total/seumur hidup, mereka berhak untuk memperolah jaminan hari tua (JHT) yang dibayar sekaligus atau secara berkala. Sedangkan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja termasuk keluarganya, meliputi: biaya rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, diagnostik, serta pelayanan gawat darurat.
Pada dasarnya program Jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara program Jamsostek dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero.
Minggu, 22 Mei 2011
Kamis, 31 Maret 2011
hubungan kerja.
Pengertian hubungan kerja.
• UU 13 Tahun 2003, Pasal 1 angka 1 mendefinisikan Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja,yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
• Iman soepomo menyatakan bahwa Hubungan-kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan yaitu suatu perjanjian di mana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mempe-kerjakan buruh itu dengan membayar upah pada pihak lainnya.
• Perjanjian Kerja sebagai Dasar Hubungan Kerja.Pasal 50 UUK menegaskan bahwa: “Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.UUK memberikan pengertian perjanjian kerja sebagai berikut: “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. “
• Perjanjian Kerja antara Buruh dan Pengusaha
menimbulkan hubungan hukum yang disebut:
hubungan kerja yang mengandung 3 ciri khas
yaitu
– Adanya Pekerjaan.
– Adanya Perintah.
– Adanya Upah.
Sahnya Perjjanjian Kerja
• Sahnya perjanjian harus memenuhi syarat yang diatur secara khusus dalam UUK pada Pasal 52 ayat (1) yaitu:
1. kesepakatan kedua belah pihak;
2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Syarat 1 dan 2 disebut sebagai syarat subjektif yang apabila tidak dipenuhi maka perjanjian yang telah dibuat dapat dimintakan pembatalannya kepada pihak yang berwenang. Sedangkan syarat 3 dan 4 apabila tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum, tidak sah sama sekali.
Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja
Bersama
• Di Indonesia hubungan kerja dan hubungan industrial diatur oleh kaedah hukum otonom dan juga kaedah hukum heteronom, hal ini merupakan konsekwensi dari ruang lingkup Hukum Ketenagakerjaan yang di dalamnya terdapat aspek Hukum Perdata dan juga aspek Hukum Publik.
• UU 13 Tahun 2003, Pasal 1 angka 1 mendefinisikan Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja,yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
• Iman soepomo menyatakan bahwa Hubungan-kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan yaitu suatu perjanjian di mana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mempe-kerjakan buruh itu dengan membayar upah pada pihak lainnya.
• Perjanjian Kerja sebagai Dasar Hubungan Kerja.Pasal 50 UUK menegaskan bahwa: “Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.UUK memberikan pengertian perjanjian kerja sebagai berikut: “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. “
• Perjanjian Kerja antara Buruh dan Pengusaha
menimbulkan hubungan hukum yang disebut:
hubungan kerja yang mengandung 3 ciri khas
yaitu
– Adanya Pekerjaan.
– Adanya Perintah.
– Adanya Upah.
Sahnya Perjjanjian Kerja
• Sahnya perjanjian harus memenuhi syarat yang diatur secara khusus dalam UUK pada Pasal 52 ayat (1) yaitu:
1. kesepakatan kedua belah pihak;
2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Syarat 1 dan 2 disebut sebagai syarat subjektif yang apabila tidak dipenuhi maka perjanjian yang telah dibuat dapat dimintakan pembatalannya kepada pihak yang berwenang. Sedangkan syarat 3 dan 4 apabila tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum, tidak sah sama sekali.
Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja
Bersama
• Di Indonesia hubungan kerja dan hubungan industrial diatur oleh kaedah hukum otonom dan juga kaedah hukum heteronom, hal ini merupakan konsekwensi dari ruang lingkup Hukum Ketenagakerjaan yang di dalamnya terdapat aspek Hukum Perdata dan juga aspek Hukum Publik.
kesehatan dan keselamatan kerja
1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
a. Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan
4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
“pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya”.
Menurut Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).
b. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses
c. Faktor Risiko di Tempat Kerja
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, seperti disebutkan diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3. lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
Kamis, 24 Februari 2011
definisi dan ciri-ciri wira usahawan
Wirausahawan merupakan individu yang sangat spesifik dalam perilakunya. Schumpeter, Kirzner dan Knight dalam Carree dan Thurik (2002) mengemukakan bahwa ada tiga peranan yang menonjol dari seorang wirausahawan, yakni :
1. Wirausahawan sebagai innovator, di mana seorang wirausahawan selalu mencari kombinasi sumberdaya dalam menjalankan usahanya.
2. Wirausahawan sebagai individu yang mencari peluang yang menguntungkan.
3. Wirausahawan menyukai risiko. Dalam hal ini, jika seorang wirausahawan memulai usaha baru dengan produk baru, maka ia dapat dikatakan memiliki ketiga peranan tersebut, yaitu peranan sebagai inovator, sebagai pencari peluang, dan suka risiko.
Berkaitan dengan bakat dan karakteristik yang khas dari kalangan wirausahawan, Morrison (2000) mengemukakan bahwa proses menjadi wirausahawan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor manusia dan intuisinya, masyarakat, dan budaya di mana wirausahawan tersebut berasal.
Wirausaha adalah kegiatan memindahkan sumberdaya ekonomi dari kawasan produktivitas rendah ke kawasan produktivitas yang lebih tinggi dan hasil yang lebih besar (Drucker, 1985). Definisi tersebut terus berkembang sampai sekarang, sehingga Drucker menyimpulkan bahwa wirausaha adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan produk yang tadinya biasa-biasa saja tetapi dengan penerapan konsep manajemen dan teknik manajemen (yaitu dengan bertanya nilai apa yang berharga bagi pelanggan), standarisasi produk, perancangan proses dan peralatan, dan dengan mendasarkan pelatihan pada analisis pekerjaan yang akan dilakukan serta menetapkan standar yang diinginkan sehingga meningkatkan hasil sumberdaya yang ada dan menciptakan pasar serta pelanggan baru.
Siagian et al. (1999) mengemukakan bahwa wirausaha adalah kesatuan terpadu dari semangat, nilai-nilai dan prinsip serta sikap, kiat, seni dan tindakan nyata yang sangat perlu, tepat dan unggul dalam menangani dan mengembangkan perusahaan atau kegiatan lain yang mengarah pada pelayanan terbaik kepada pelanggan dan pihak lain yang berkepentingan termasuk masyarakat,bangsa dan negara.adapun ciri ciri pokok yang sangat menentukan keberhasilan seorang wirausahawan adalah:
1. Memiliki kemampuan mengidentifikasi suatu pencapaian sasaran (goal) atau visi dalam usaha
2. Kemampuan untuk mengambil resiko keuangan dan waktu.
3. Memiliki kemampuan di bidang perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaannya.
4. Bekerja keras dan melakukan sesuatu yang diperlukan dan mampu mencapai keberhasilan.
5. Mampu menjalin hubungan baik dengan para pelanggan, karyawan,pemasok, banker, dll.
Source :
Richard Daft. 1999. Tranformational Leadership : A Pescription for Contemporary Organizations. Copyright 1999.
Riyanti B. P. D. 2003. Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Grasindo, Jakarta
Tambunan, T. 2002. Usaha Kecil dan Menegah di Indonesia, Beberapa Isu Penting. Salemba Empat. Jakarta.
ruang lingkup hukum perburuhan
A. Sejarah Hukum Perburuhan
Pada awal mulanya hokum perburuhan merupakan bagian dari hokum perdata yang diatur dalam bab VII A Buku III KUHPer tentang perjnjian kerja.namun pada perkembangannya tepatnya setelah Indonesia merdeka hokum perburuhan Indonesia
mengalami perubahan dan penyempurnaan yang akhirnya terbitlah UU No. I Tahun1951 tentang berlakunya UU No. 12 Tahun 1948 tentang kerja, UU No. 22 Tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan, UU No. 14 Tahun 1969 tentang pokok-pokok ketenagakerjaan dan lain-lain.
Menurt imam soepomo sejarah perburuhan di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 fase yakni:
1. Jaman perbudakan
Pada fase ini buruh dianggap seperti budak karena paa masa ini merupakan masa
penjajahan yang dilakukan pemerintah belanda. Sehingga para udak tersebut tidak
punya hak atas suatu apapun bahkan untuk hidup sekalipun.
2. Pekerjaan Rodi
Kerja rodi yang dikenal dengan kerja paksa juga salah satu kegiatan yang
dilakukan para penjajah pada masa itu.
Adapun rodi digolongkan menjadi 3 bagian yaitu:
a) Rodi untuk kepentingan gubernemen dan para pegawainya yang dilakukan
tanpa bayaran .
b) Rodi untuk kepentingan para pembesar di Indonesia
c) Rodi desa untuk kepentingan desa
3. Poenale Sanksi
Poenale sanksi memiliki tujuan untuk memberikan kekuasaan bagi majikan untuk
berlaku tidak baik terhadap buruh serta menciptakan keadan perburuhan yang
buruk.
B. Pengertian Hokum Perburuhan
Hukum perburuhan memiliki pengertian:
1. Menurut Molenaar
Hokum perburuhan adalah bagian dari hokum yang berlaku yang pada pokonya
mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan
antara penguasa dengan penguasa.
2. Levenbach
Hukum perburuhan adalah sebagai sesuatu yang meliputi hokum yang berkenaan
dengan hubungan kerja.,dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan
3. Van Esveld
Hukum perburuhan tidak hanya meliputi hubungan kerja yang dilakukan dibawah
pimpinan tetapi termasuk pula pekerjaan yang dilakukan atas dasar tanggung
jawab sendiri.
4. Imam Soepomo
Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis
yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja paa orang lain engan
menerima upah.
Jadi hokum perburuhan adalah kumpulan peraturan tertulis mauuntidak tertulis yang
mengatur hubungan searah atau timbale baik antara buruh, majikan dan pemerintah didalam
atau diluar hubungan kerja dimana buruh dalam hubungan kerja dimana buruh dalam
hubungan kerja melaksanakan perintah dari majikan dengan mnerima upah.
Hakikat hokum perburuhan aada dua menurut imam soepomo yaitu:
a) Hakekat secara yuridis.
b) Hakekat secara sosiologis.
Secara yuridis buruh memang bebas dan secara sosiologis buruh tidak bebas,dengan
demikian buruh memiliki kebebasan secara yuridis yang berarti buruh memiliki kebebasan
secara yuridis yang artinya buruh memiliki kedudukan yang sama didepan hokum dengan
majikan.akan tetapi secara sosiologis kedudukan buruh tersubordinasi oleh majikan yang
artinya majikan memiliki kewenangan untuk memerintah buruh dan menetapkan syarat-syarat
kerja dan keadaan perburuhan. Dengan kata lain kedudukan majikan lebih tinggi dari pada
kedudukan buruh dalam hubungan perburuhan.
C. Tujuan Hukum Perburuhan
Tujuan pokok hokum perburuhan adalah Pelaksanaan keadilan social dalam bidang
perburuhan dan pelaksanannya diselenggarakan dengan jalan melindungi buruh terhadap
kekuasaan yang tidak terbatas dari pihak majikan.
Menurut Senjung H. Manulang tujuan hokum perburuhan meliputi:
a) Untuk mencapai atau melaksanakan keadilan social dalam bidang ketenagakerjaan.
b) Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tak terbatas dari
pengusaha misalnya dengan membuat perjanjian atau menciptakan peraturanperaturan
yang bersifat memaksa agar pengusahA tidak bertindak sewenagwenang
terhadap tenaga kerja sebagai pihak yang lemah.
D. Sumber Hukum Perburuhan
Sumber hokum perburuhan adalah sumber hokum material dan sumber hokum formil.
Adapun sumber hokum materiil daru hokum perburuhan adalah pancasila. Sedangkan sumber
hokum formil dari hokum perburuhan adalah :
1 Undang-Undang
2 peraturan lain yang kedudukannya lebih rendah dari UU seperti PP,KEPPRES.
3 Kebiasaan
Adalah tradisi yang merupakan sumber hokum tertua, sumber dari mana dikenal
atau dapat digali sebagian dari hokum diluar undang-undang, tempat dimana
dapat menemukan atau menggali hukumnya
Kebiasaan bisa menjadi hukm apabila :
a) Syarat materiil: adnya kebiasaan atau tingkah laku yang tetap atau di ulang.
b) Syarat Intelektual: kebiasaan itu harus menimbulkan keyakinan umum bahwa
perbuatan itu merupakan kewajiban hokum.
c) Adanya akibat hokum apabila hokum kebiasaan itu dilanggar.
4. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Peburuhan baik daerah maupun pusat
5. Perjanjian perburuhan, perjanjian kerja atau peraturan perusahaan
E.ruang lingkup hukum perburuhan
Menurut teori ruang lingkup hukum perburuhan itu ada 4, antara lain :
1. Lingkup Laku Pribadi (Personengebied)
Lingkup ini sangat berkaitan dengan siapa (pribadi kodrati) atau apa (peran pribadi hukum) yang oleh kaeah hukum yang dibatasi. yang dibatasi ialah BURUH, PENGUSAHA, dan PENGUSAHA (Pemerintah).
Buruh sebagai Subyek hukum dengan berkedudukan sebagai prodati kodrati, sedangkan pegusaha sebagai subyek hukum yang berkedudukan sebagai pribadi hukum dan pengusaha (pemerintahan) sebagai subyek hukum perburuhan karena atau dalam arti jabatan.
1. Lingkup Laku Pribadi (Personengebied)
Lingkup ini sangat berkaitan dengan siapa (pribadi kodrati) atau apa (peran pribadi hukum) yang oleh kaeah hukum yang dibatasi. yang dibatasi ialah BURUH, PENGUSAHA, dan PENGUSAHA (Pemerintah).
Buruh sebagai Subyek hukum dengan berkedudukan sebagai prodati kodrati, sedangkan pegusaha sebagai subyek hukum yang berkedudukan sebagai pribadi hukum dan pengusaha (pemerintahan) sebagai subyek hukum perburuhan karena atau dalam arti jabatan.
2. Lingkup laku menurut Waktu
Lingkup ini yang menunjukan waktu kapan suatu peristiwa tertentu diatur oleh kaedah hukum.peristiwa – peristiwa tertentu yang timbul pada waktu berbeda yaitu :
a. Sebelum Hubungan Kerja terjadi.
b. Pada saat hubugnan kerja terjadi
c. Sesudah hubungan kerja terjadi.
Lingkup ini yang menunjukan waktu kapan suatu peristiwa tertentu diatur oleh kaedah hukum.peristiwa – peristiwa tertentu yang timbul pada waktu berbeda yaitu :
a. Sebelum Hubungan Kerja terjadi.
b. Pada saat hubugnan kerja terjadi
c. Sesudah hubungan kerja terjadi.
3. Lingkup Laku menurut Wilayah (Ruimtegebied)
Lingkup laku menurut wilayah berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa hukum yang di beri batas – batas / dibatasi oleh kaedah hukum.
4. Lingkup Waktu Menurut Hal Ikhwal
Lingkup Laku menurut Hal Ikwal di sini berkaitan dengan hal – hal apa saja yang menjadi objek pengaturan dari suatu kaedah.
Lingkup Laku menurut Hal Ikwal di sini berkaitan dengan hal – hal apa saja yang menjadi objek pengaturan dari suatu kaedah.
REFERENSI :
* Hari Supriyanto, SH.,M.Hum,Perubahan Hukum Privat Ke Hukum Publik (Studi Hukum
Perburuhan),Universitas Atmajaya,Yogyakarta,2004.
Rabu, 23 Februari 2011
Gunadarma Green Campus Concept
Kepedulian Universitas gunadarma terhadap issue ‘global warming’ telihat pada pembangunan kampus H universitas gunadarma yang mengusung konsep ‘green campus’.jika dilihat secara keseluruhan,kampus ini memiliki lahan terbuka yang lebih besar di banding dengan lahan yang digunakan untuk pembangunan gedung.lahan terbuka tersebut ditanami rumput dan pohon-pohon.untuk akses masuk dan lahan parkir kendaraan pun tidak dilakukan pengerasan tanah seperti di aspal atau di beton melainkan menggunakan konblok
Area terbuka kira2 mencapai 50% dari keseluruahan luas lahan ,area ini sebagian digunakan ssebagai akses jalan masuk dan area parrkir kendaraan yang menggunakan konblok sehingga air dapat meresap kedalam tanah melalui celah celah konblok terseebut.konblok yang digunakan pun berwarna warni yang membentuk sebuah motif sehingga memberi keindahan tersendiri.kontur tanah yang berbukit dan ditanami rumput dan pepohonan membuat suasana tropis yang hangat.rumput yang ditanami pada lahan yang berbukit memiliki fungsi untuk menahan tanah agar tak terbawa air atau biasa disebut dengan erosi.
Langganan:
Postingan (Atom)